Assalamu'alaikum wr wb
Alhamdulillah, kali ini saya akan bagi bagi informasi mengenai Air Susu Ibu. Kali ini saya bagi informasi dari informasi yang saya dapat mudah-mudahan bermafaat ya, kalau ada yang salah, mohon koreksi nya :)
Nah, mengenai makanan dan minuman yang seharusnya dikonsumsi oleh anak bayi sebenarnya hal yang wajib diketahui oleh keluarga utamanya seorang ibu dan ayah sebagai pengasuh utama bayi. Karena pemberian nutrisi untuk bayi ini sangat mempengaruhi tumbuh kembang dan kualitas seorang anak kedepannya. Utamanya karena ini mempengaruhi kesehatan dan perkembangan otak anak.
Golden period otak seorang anak adalah sekitar 1-2 tahun sehingga dengan nutrisi (asuh), kasih sayang (asih), dan pemberian stimulasi yang baik (asah) seorang anak bisa berkembang dengan baik, insya Allah.
Nutrisi sangat berperan penting, pemberian ASI selama 2 tahun dengan pola tertentu juga sudah diatur sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kemampuan fisik seorang bayi dalam menerima makanan atau berfungsi untuk merangsang/ stimulasi motorik pengunyah dan lain-lain yang dimiliki seorang anak.
Pemberian ASI eksklusif tanpa tambahan jenis makanan lain hingga umur anak 6 bulan tentu memiliki manfaat tertentu. Diperkirakan bahwa ASI secara penuh bisa memenuhi seluruh nutrisi yang dibutuhkan oleh seorang bayi. Tidak hanya unggul dari segi nutrisi, ASI juga memiliki keunggulan-keunggulan lain yang tentunya sangat banyak, diantaranya menjalin kasih sayang antara ibu dan anak, memiliki harga yang ekonomis, dan dinilai praktis. ASI juga memiliki kandungan tertentu yang bisa meningkatkan sistem imun bayi sehingga tidak rentan terhadap masalah pencernaan dan lain-lain. Keunggulan-keunggulan ASI ini tidak mampu bertahan hingga anak menjadi besar, karena kebutuhannya terus meningkat seiring dengan pertumbuhannya. Sehingga pemberian MPASI atau makanan pendamping ASI dibuhkan untuk membantu memenuhi kebutuhan zat makro dan mikro yang diperlukan.
Anak yang diberikan makanan atau minuman selain ASI kurang dari 6 bulan tentu memiliki efek tertentu. Keluarga yang memberikan nutrisi selain ASI kurang dari 6 bulan tentu dipengaruhi oleh karena beberapa faktor, contohnya karena faktor sosio-ekonomi dan faktor pendidikan yang kurang. Bukan hanya itu, contoh yang paling sering adalah karena orang tua yang terlalu sibuk sehingga bayi tidak bisa diberikan ASI eksklusif sehingga keluarga berupaya memberikan nutrisi dengan bentuk yang lainnya.
H-note
Rabu, 11 Mei 2016
Sabtu, 26 April 2014
BAKTERI
Bakteri : sel prokariotik
diameter 0.1 - 10 mikrometer
merupakan organisme sederhana
tidak memiliki aparatus miosis
inti lembar kromosom tanpa membran
Morfologi Bakteri
1. Coccus ( bulat )
a. Monococcus. satu bulat contoh : Monococcus gonorrhea
b. Diplococcus. dua bulat. contoh : Diplococcus pneumonia
c. Streptococcus. seperti rantai contoh : Streptococcus pneumonia, Streptococcus viridans
d. Staphylococcus. seperti anggur : Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus
e. Sarcina. delapan coccus
f. Tetraden. 4 coccus
2. Bacil ( Batang )
a. Coccobacillus
b. Monobacillus. contoh : Ecerchia coli
c. Diplobacillus
d. Streptobacillu. contoh : Bacillus anthracis
3. Spiral
a. Vibrio. contoh : Vibrio cholerae
b. Spirillium. contoh : Spirilium minor
c. Spirochaeta. contoh : Troponema pallidum
Strukur Bakteri
dari superficial ke profunda
1. Kapsul.
- Fungsi melindungi bakteri dari sifat antitoksin inang dan melindungi dari kekeringan.
- Terdiri atas polisakarida
- Hanya bakteri patogen yang memiliki kapsul.
2. Dinding Sel :
- fungsi memberi bentuk yang tetap pada bakteri, melindungi sel
- terdiri atas peptidoglikan ( protein dan polisakarida). Ketebalan dari peptidoglikan pembeda dari bakteri gram negatif dan positif.
3. Membran plasma
- teridiri atas lemak dan proten (fosfolipid)
- memiliki enzim pencernaan
- merupakan membran semipermeabel
4. Sitoplasma
tempat berlangsungnya reaksi metabolisme
Bagian bagian lain
1. Flagella
2. Vili
Selasa, 24 Desember 2013
Laporan Observasi Lapangan RS Ibsi
BLOK BIOETIK Makassar,
24 Desember 2013
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
LAPORAN INDIVIDU
OBSERVASI LAPANGAN
Hari,
Tanggal : Rabu, 18
Desember 2013
Waktu : 09.30 – 12.30
Tempat : Rumah Sakit Ibnu Sina
Dosen Pembimbing : dr. Y
Miss X
11021x0xxx
FAKULTAS
KEDOKTERAN
UNIVERSITAS
MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2013
Gambaran Umum
Observasi lapangan dalam lingkungan
rumah sakit adalah salah satu kegiatan pembelajaran penting yang perlu
dilakukan dalam Blok Bioetik, Humaniora dan Profesionalisme Kedokteran, dengan
titik berat pada Humaniora. Observasi ini sendiri adalah kegiatan atau tindakan
mengamati sesuatu atau seseorang untuk memperoleh informasi – informasi yang dibutuhkan oleh pengamat.
Pada kegiatan ini, kami dibagi atas beberapa kelompok yang masing-masing
terdiri atas 12 orang yang nantinya akan di tugaskan untuk mengamati kegiatan
berbagai rumah sakit yang ada di Makassar, yakni Rumah Sakit Ibnu Sina, Rumah
Sakit Khadijah, Klinik Orbita, Puskesmas Tamalate, Puskesmas Tabaringan dan
Puskesmas Kassi – kassi.
Sebagai salah satu mahasiswi Fakultas
Kedokteran Universitas Muslim Indonesia Makassar, saya tentu harus ikut dalam
kegiatan ini. Kebetulan observasi yang kelompok saya akan lakukan adalah di
Rumah Sakit Ibnu Sina Provinsi Sulawesi Selatan yang terletak di
Jalan Urip Sumoharjo Km. 05 Makassar. Rumah sakit ini berada tepat di
depan Universitas Muslim Indonesia dan di samping kantor rektorat universitas.
Letaknya yang dekat ini karena, RS ini adalah RS universitas kampus kami.
Pada
hari Selasa, tanggal 17 Desember 2013. Dikarenakan dosen yang seharusnya
mengajar tidak bisa datang, kelompok kami yaitu kelompok 2A kemudian diberikan arahan oleh ketua kelompok
untuk langsung menuju ke rumah sakit Ibnu Sina guna melakukan observasi
lapangan. Karena sudah mendapatkan izin terebih dahulu, kami pun kemudian
langsung menuju rumah sakit Ibnu Sina, dan tiba sekitar pukul 10.00 WITA. Kami
tiba di RS bersama dengan kelompok lain yang juga memiliki dosen pembimbing
yang sama dengan kami.
Sebelum memulai observasi, kami harus
melakukan proses perizinan terlebih dahulu kepada pihak RS, yang diwakilkan
oleh surat yang berasal dari Fakultas Kedokteran UMI. Ketika tiba di rumah
sakit, ketua kelompok kami kemudian segera melapor dengan menyertakan surat
dari fakultas kepada direktur rumah sakit. Sementara ketua kelompok kami
melakukan proses perizinan, anggota yang lain termasuk saya, menunggu di ruang
tunggu lobi. Saat itu RS cukup ramai, namun semua proses yang ada berlangsung
dengan tertib. Beberapa pasien dan keluarga sudah ada yang daritadi mengantri
dan menunggu di apotik, petugas dan perawat yang ada pun terlihat cukup sibuk
dengan tugas mereka masing-masing.
Setelah ketua kelompok kami datang dari ruang
direktur. Kami kemudian bersama
– sama
menuju ke ruang diklat untuk mengantarkan surat pengantar dari fakultas
yang rencananya akan diterima oleh dokter pendamping.
Karena dokter pendamping kami belum datang,
kami kemudian membuat janji dan menunggu beberapa menit di depan poliklinik
yang berada di lantai dua. Poliklinik yang berada di lantai dua ini terlihat
cukup sepi, hanya ada beberapa pasien dan perawat yang beralalu lalang di depan
kami. Setelah beberapa menit, dokter pendamping kami kemudian datang dan segera
memberikan kami izin. Dokter kemudian meminta bantuan kepada kakak co – ass
untuk membantunya memperkenalkan letak dari ruangan – ruangan yang akan kami
observasi, yakni Ruang Poliklinik
Umum, Ruang Perawatan Aisyah, Ruang IRD dan Ruang Perawatan Aminah.
Setelah itu ketua kelompok kemudian mengarahkan kepada kami untuk kembali ke
kampus dan menunggu informasi selanjutnya.
Esoknya, pada tanggal 18 Desember 2013 pukul
09.30 WITA kami baru tiba di rumah sakit untuk mulai observasi. Sebelum
berpencar menuju ke masing-masing ruangan yang akan diamati, kami membagi
terlebih dahulu menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri atas tiga orang.
Setelah itu kami kemudian memisahkan diri menuju ke ruangan yang akan di
observasi, kelompok saya saat itu
mendapat bagian untuk melakukan observasi di ruang IRD
Observasi
Ruang IRD
Setelah menemukan kelompok, kami kemudian
langsung menuju ke arah ruang IRD. Ruangan IRD rumah sakit Ibnu Sina ini
terletak dilantai satu dan berada di sisi kanan rumah sakit. Ruang tunggu IRD
rumah sakit ini juga berada di depan ruangan pelayanan jamsostek dan berada
tidak jauh dengan ruangan pelayanan askes. Adanya ruang pelayanan jamsostek dan
askes yang mudah dicapai ini menunjukkan bahwa diterapkannya salah satu kaidah
dasar kedokteran atau bioetika yaitu justice,
yang memiliki ciri bahwa segala sesuatu harus diberlakukan secara universal,
sehingga dalam hal ini pasien terutama yang memiliki ekonomi yang kurang bisa
mendapatkan haknya, yakni pelayanan kesehatan.
Pada saat itu kami tidak langsung masuk ke
ruangan dan harus menunggu di ruang tunggu terlebih dahulu, karena teman – teman
dari kelompok yang lain sudah terlebih dahulu masuk daripada kami, hal ini kami
lakukan agar tidak timbul kegaduhan yang bisa mengakibatkan pasien dan keluarga
merasa terganggu.
Di ruang tunggu IRD ini hanya ada beberapa
keluarga pasien yang sedang menunggu
keluarganya yang sedang diperiksa. Selain itu kebanyakan yang berlalu lalang di
pintu IRD ini adalah perawat dan
keluarga pasien yang kebetulan sudah menebus obat keluarga atau rekannya yang
sedang di rawat.
Sambil
menunggu, kami kemudian berinisiatif untuk mewawancari salah satu dari keluarga
pasien yang sebelumnya telah menunggu di ruang tunggu IRD. Sebelum mewawancarai
kami meminta izin terlebih dahulu kemudian memperkenalkan diri, ia pun dengan
ramah menyanggupi dan kemudian menjawab pertanyaan kami.
Kami yang sudah daritadi melihat Ibu S telah
menunggu membuat kami segera menanyakan berapa lama waktu beliau menunggu. Ibu
S kemudian menjawab bahwa ia telah menunggu mertuanya yang sedang diperiksa
oleh dokter selama dua jam, namun ia merasa penanganan yang diberikan ketika
mertuanya datang sudah termasuk cepat. Penanganan yang cepat untuk pasien,
serta tidak merugikan, memperburuk dan membahayakannya karena kelalaian disini
tentu sangat penting untuk diperhatikan. Hal ini membuktikan bahwa prinsip Non-malficence di rumah sakit ini telah
diterapkan.
Prinsip Autonomy
dalam hal ini pasien diberikan hak untuk berfikir secara logis dan membuat
keputusan sendiri, juga tampaknya telah tercapai. Karena Ibu S beserta
kelurganya yang ikut menunggu sudah tahu mengenai apa yang akan dijalani oleh
pasien, yakni pemerisaan yang lebih lanjut oleh dokter yang bersangkutan. Selain itu Ibu S dan
beberapa keluarganya juga merasa bahwa perawat bersikap ramah terhadap mereka
Beberapa saat kemudian setelah selesai
mewawancarai Ibu S, teman – teman kami yang telah selesai melakukan pengamatan
di ruang IRD pun keluar satu persatu.
Saya
dan teman-teman sekelompok kemudian melangkahkan kaki masuk ke ruang IRD. Di
dalam sudah ada beberapa perawat yang sedang sibuk dengan tugasnya masing –
masing beserta seorang dokter yang sedang duduk menunggu pasien. Karena beberapa
perawat masih terlihat sangat sibuk untuk kami wawancarai, kami pun sesekali
melihat kondisi dalam ruang rawat pasien yang berada di dekat pintu utama ruang
IRD. Ruangan itu bersih dan tertata, di dalamnya terdapat beberapa ranjang yang
masing – masing sudah diisi oleh pasien, ruangan ini juga terlihat ramai oleh beberapa
pasien yang sedang di jenguk oleh rekan atau keluarganya.
Setelah
melihat-lihat kedalam ruangan pasien, kami kemudian bermaksud untuk
mewawancarai salah seorang perawat yang tengah sibuk mengangkat telepon dan
sesekali melayani beberapa keluarga pasien yang sudah menebus obat rekannya
yang sedang di rawat.
Saat
perawat memiliki waktu luang, kamipun memperkenalkan diri dan meminta izin
mewawancarinya, dengan ramah ia pun menyanggupi. Perawat berinisial M ini
adalah salah seorang perawat IRD yang sudah bekerja selama 2 tahun. Menurut
pengamatannya jumlah pasien yang datang ke IRD rata-rata 30 – 40 perhari.
Sesekali
ketika kami ingin bertanya, beberapa telepon sempat berbunyi dan beberapa
keluarga pasien juga ada yang datang dan meminta penjelasan mengenai beberapa
hal. Perawat M kemudian menghentikan wawancaranya dengan kami dan mengerjakan
tugasnya terlebih dahulu, yakni mengangkat telepon dan melayani keluarga pasien
tersebut dengan ramah.
Secara
tidak sengaja pun prinsip dasar Beneficence
telah dicerminkan oleh perilaku perawat ini. Dalam prinsip ini dikatakan bahwa
perlunya perlakuan yang terbaik bagi pasien dan keluarganya. Selanjutnya Beneficence ini membawa arti menyediakan
kemudahan dan kesenangan kepada pasien dengan mengambil langkah positif untuk
memaksimalisasi akibat baik daripada hal yang buruk. Memberikan pelayanan yang
terbaik ini lah yang penting untuk diterapkan kepada pasien.
Ketika
selesai dengan tugasnya, kami kemudian melanjutkan bertanya mengenai kendala
yang sering ia alami. Ia kemudian memaparkan bahwa terkadang pasien sudah
merasa dilayani oleh pemeriksaan tertentu namun sebenarnya belum. Hal ini tentu
dapat mengacaukan proses pemeriksaan pasien tersebut. Selain itu ia juga sudah
merasa bahwa hubungan antara ia dengan dokter sudah berjalan dengan baik. Mengenai
cara mengatasi perilaku pasien yang berbeda-beda ia hanya mengatakan bahwa hal
yang paling penting adalah menjelaskan segala sesuatunya kepada pasien dengan
sabar.
Mengenai
hal yang selama ini ia keluhkan adalah kurangnya peralatan-peralatan tertentu,
salah satunya adalah DC Shock. Peralatan ini sangat penting tersedia di rumah
sakit, apalagi untuk pasien dalam kondisi kegawatdaruratan. DC Shock ini adalah
peralatan elektronik yang berfungsi memberikan kejut listrik dalam waktu yang relatif singkat
dengan intensitas yang tinggi kepada pasien penyakit jantung.
Setelah
mewawancarainya kamipun berpamitan dan kemudian kami pergi menuju ke lobi rumah
sakit menunggu teman – teman kami yang masih melakukan observasi
lapangan. Sebelum pulang kami menyempatkan untuk bersama – sama melihat dan
mengambil gambar ruang perawatan, toilet dan kantin rumah sakit Ibnu Sina.
Kesimpulan
Kaidah dasar etika kedokteran atau bioetik,
yakni Beneficence, Non-malficence, Justice,
dan Autonomy, harus selalu diterapkan
dan menjadi dasar pelayanan terutama dalam hal ini dokter ke pasien. Prinsip
ini dapat dilakukan atau diterapkan secara bersamaan, tetapi dalam kasus-kasus
dengan kondisi tertentu, satu prinsip menjadi jauh lebih penting dan
mengorbankan prinsip-prinsip yang lainnya
Refleksi Film - Never Let Me Go
Film “Never Let Me Go” merupakan film yang
diadaptasi dari novel dengan judul yang sama karya Kazuo Ishiguro. Awal film
ini menceritakan tentang alur maju seorang perawat yang melihat pasien yang
akan mendonorkan organnya. Alur maju yang singkat ini membuat saya penasaran
karena menurut saya, jarang sekali ada orang yang mau cuma-cuma mendonorkan
organnya denga cuma – cuma ini.
Pertanyaan saya terjawab setelah film ini
mengarah ke alur mundur perawat yang bernama Katty H. Cerita di film ini
membawa saya ke kisah tiga seorang sahabat, yaitu Katty H, Ruth, dan Tommy. Mereka
hidup seperti anak-anak lain yang sekolah berasrama dan hidup elit. Sekolah
mereka bernama Hailsham. Film ini menceritakan di mana Hailsham itu adalah
sekolah asrama elit, dimana siswa-siswinya di absen menggunakan peralatan
canggih, minum susu setiap hari, dan di check kesehatannya secara rutin oleh
dokter. Menurut saya untuk ukuran tahun 70-an seperti yang diceritakan oleh
film ini, kehidupan mereka memang sangat elit dan membuat saya berpresepsi
bahwa mereka ini adalah anak-anak orang kaya.
Cerita lain yang mendominasi adalah kisah
tiga orang sahabat ini. Seperti sahabat lainnya, mereka terlihat menyemangati
satu sama lain, apalagi yang paling menonjol di awal cerita adalah Katty sangat
perhatian ke Tommy. Saya awalnya berpikir bahwa ini hal yang wajar-wajar saja,
maksud saya hal ini sangat biasa untuk ukuran teman. Apalagi disini Tommy
diceritakan sebagai anak yang tidak suka olahraga dan arts (seni), pemarah, dan sering di jauhi oleh teman laki-lakinya.
Tommy disini juga digambarkan sebagai anak yang tidak terlalu pintar yang
selalu mengulang atau menjawab menggunakan jawaban yang sama dengan orang lain.
Di saat-saat seperti inilah Katty yang selalu menenangkan Tommy, membantu Tommy
menjawab ketika ia kesulitan menjawab pertanyaan, dan lain-lain. Menurut saya
ini adalah ukuran yang biasa untuk seorang teman. Yang kemudian saya pikirkan,
kenapa Ruth malah tidak pernah ikut menghibur Tommy sebagai teman. Ruth juga disini
terlihat seperti tidak terlalu perhatian ke Katty dan Tommy.
Hal lain yang membuat presepsi saya
berubah adalah ketika Ruth menceritakan laki-laki yang disukai oleh banyak
teman-temannya, Katty malah sebaliknya tidak suka, dan berpikir bahwa Tommy
lebih baik. Awalnya saya pikir dia hanya membela-bela biasa. Namun ternyata
saya kemudian berubah pikiran ketika dia berani menenangkan Tommy yang sedang
marah dan ia tidak balik marah ketika Tommy tidak sengaja memukulnya. Duduk
didekat Tommy ketika tidak ada yang mau menemaninya duduk untuk makan. Hal ini
diperkuat saat mereka ternyata tidak sengaja saling bertatapan dan tersenyum.
Saya juga berpikir bahwa tidak hanya Katty yang suka kepada Tommy, tapi Tommy
juga sebenarnya suka. Karena Tommy juga sangat perhatian ke Katty, karena ia sempat
menghibur Katty dengan memberikan sebuah kaset ketika Katty merasa sedih.
Setelah sekian lama film ini menceritakan
kisah tentang mereka berdua, kemudian tiba-tiba Ruth datang. Ia yang kemudian
merebut posisi Katty. Ia terlihat sangat agresif. Dan membuat cinta Katty dan
Tommy kemudian berhenti seketika sampai akhirnya mereka dewasa dan tinggal di
Cottage. Film ini tidak menceritakan tentang awal mula kedekatan Ruth dan
Tommy. Menurut saya, Ruth hanya tiba-tiba mengisi kekosongan di antara mereka
berdua tanpa alasan yang jelas, padahal awalnya Ruth sepertinya tidak tertarik
pada Tommy.
Arah dari film ini kemudian jelas saat
saya mengetahui bahwa mereka ini adalah calon-calon pendonor untuk seseorang
diluar sana. Guru mereka yang menceritakan hal ini kepada mereka dengan perlahan-lahan
namun sangat menyakitkan. Membuat saya merasa sangat miris adalah karena mereka
hanyalah anak-anak yang dipersiapkan untuk mati tanpa cita-cita seperti layaknya
anak-anak normal yang lain yang mungkin bercita-cita menjadi seorang aktor,
pilot, dokter, dll.
Cerita mereka yang kemudian tumbuh besar
dan tinggal di Cottage ini yang membuat saya baru mengerti bahwa ternyata
mereka adalah produk kloningan yang akan diambil organ-organnya saat
pengkloningnya membutuhkan. Yang membuat saya sangat kesal adalah mereka
seperti tidak berdaya untuk memberontak, melawan atau mencoba untuk kabur ke
luar negeri atau bagaimana agar mereka bisa bebas dan tidak terikat. Karena
cerita di film ini hanya terus menceritakan mengenai mereka yang terus menerus
mempercayai mitos-mitos penangguhan donasi yang belum tentu kebenarannya,
terutama mitos mengenai cinta sejati.
Hal lain yang membuat saya miris adalah
mereka seolah-olah tidak pernah melihat dunia luar, sehingga mereka merasa
sangat canggung ketika mereka berjalan ke kota. Ini yang juga akhirnya membuat
saya penasaran, mengenai kenapa sebenarnya mereka dibiarkan hidup sendiri tanpa
ada interaksi, apakah ini memang disengaja oleh pihak yang mengawasi mereka
atau hanya karena mereka tidak bisa beradaptasi akibat terlalu lama tinggal di
asrama Hailsham yang orang –orangnya itu itu saja, atau bagaimana, karena
cerita ini tampak terlalu mengambang tanpa penjelasan.
Cerita lain di cottage adalah mengenai
kedekatan hubungan Ruth dan Tommy. Cerita mengenai Katty yang selalu sabar
terhadap Ruth, walaupun Ruth, temannya sendiri, kadang terlihat jahat dan
memojokkan Katty juga kadang membuat saya kesal. Sampai pada akhirnya rumor penangguhan
donasi lewat cinta sejati ini memisahkan mereka bertiga.
Karena berbagai hal yang terjadi sampai
akhirnya Katty memutuskan untuk menjadi perawat. Hidup Katty juga terlihat
membaik karena ia terlihat seperti menikmati pekerjaannya itu. Pekerjaannya
itupula yang membawanya kembali bertemu Ruth yang telah menyelesaikan donasi
keduanya. Katty yang akhirnya memutuskan untuk menjadi perawat tetap Ruth
akhirnya membawanya kembali ke Tommy. Namun di akhir cerita ini. Ruth dan Tommy
akhirnya meninggal, dan Katty pun bersiap untuk menjalani donasi pertamanya
setelah kehilangan Tommy.
Film tentang manusia pendonor organ tidak
hanya ini, sebelumnya saya juga pernah menonton film “Sister Keeper”, walaupun film itu tidak menceritakan
tentang manusia kloningan seperti film ini.
Menurut saya, pendonor paksaan adalah hal yang sangat tidak
berperikemanusiaan. Walaupun pendonor organ memang sangat dibutuhkan, terutama
untuk orang-orang yang memiliki komplikasi yang parah pada organ tertentu
sehingga dibutuhkan transplantasi organ dalam waktu dekat.
Hal lain yang menyebabkan sumber daya
pendonor ini sangat dibutuhkan adalah karena kesulitan untuk mencari pendonor. Faktanya,
sangat jarang ada orang yang mau mendonorkan organnya secara cuma – cuma atau
bahkan dengan imbalan biaya pun belum tentu ada yang mau. Selain itu organ yang
akan dikloning pun kadang belum tentu cocok diterima oleh tubuh penerimanya.
Sehingga pendonor merupakan orang yang harus memiliki organ yang identik atau
hampir sama dengan pemilik, maka dari
itu biasanya pendonor diambil dari keluarga penerima organ tersebut.
Hal inilah yang membawa kita ke konflik
film yang lain, yaitu pendonor adalah kloningan orang yang akan menerimanya.
Pendonor yang identik dengan penerima inilah yang menjadikan kemungkinan untuk
diterimanya organ-organ tersebut oleh tubuh penerima menjadi jauh lebih besar.
Selain itu telah tersedianya kloningan ini memudahkan penerimanya ketika ia
membuthkan organ tersebut, sehingga dia tidak perlu sibuk mencari pendonor.
Film ini sangat menghibur dan mengedukasi.
Terutama dari segi baik buruknya kloning, walaupun sisi buruknya jauh lebih
besar dan mendominasi daripada sisi baiknya. Kloning yang merupakan salah satu
rekayasa genetika sampai saat ini masih terus dipelajari dan diteliti walaupun
sudah menumbuhkan berbagai kontroversi dari sisi mana saja terutama dari segi
agama.
Semoga bermandaat :)
Semoga bermandaat :)
cerpen - garis lurus
STRAIGHT
LINE
karangan: ny
based on a
true story
“Hani, sudah lihat pengumumaaaaaan?”
“kamu sudah lihat pengumumankah?”
“Haaaaaaaan, kamu luluskaah?”
Hani terdiam.
Tidak bisa bangun dari tempat tidurnya. Sesekali Ia membaca sms lagi. Membalas
sms mereka singkat.
“Aku belum lihat.”
Ia kemudian
pergi solat. kemudian berdoa sungguh – sungguh. Membersihkan hatinya yang tidak
bisa menyembunyikan kekhawatirannya. Namun tiba – tiba hapenya berbunyi lagi.
Seorang teman dekatnya menelpon, teman yang sangat menginspirasi baginya. Hani
mengangkat telepon itu, berbicara dengannya, dan meneteskan air mata.
2
Tahun Lalu.
Malam
itu, sudah sangat larut untuk sibuk – sibuk belajar. Tapi karena besok ada
ulangan penting dari guru penting, Hani, Verlita, dan Tati masih sibuk belajar.
Mulai dari buku tipis sederhana punya anak – anak SMA umumnya, sampai kebuku tebal
Campbell milik mahasiswa juga mereka pelajari. Karena soal – soal yang
dikeluarkan dari guru penting itu biasanya soal – soal dewa yang turun dari
langit. Angka 85 adalah angka tertinggi dalam sejarah angkatan kami yang pernah
didapat untuk soal – soal dari guru itu, namanya Ibu Sri.
Paginya, mereka semua
menunggu di depan laboratorium Biologi. Verlita dan Tati tidak henti membolak balik bukunya dengan
serius, tidak ingin waktunya terbuang percuma. Sedang yang lainnya sibuk
membuat catatan kecil contekan atau hanya sekedar membuat strategi mencontek.
“Lit,
Mau nggak kita janjian gak nyontek” Hani tersenyum sederhana. Ia melihat ke
wajah serius Verlita.
“Nggak
tau yaa Han” Verlita tertawa kecil “Ntar kucoba ya”.
Hari
itu memang ulangan mengenai pencernaan. Pelajaran Biologi terseru yang ada.
Semua menjadi sangat semangat menjawab pertanyaan essai yang di berikan Ibu Sri
untuk menjawab se detail – detail dan sejelas – jelas mungkin.
“Gimana
Lit, tadi jawab sendiri?”
Lita
tersenyum “ Iya Han “.
Esoknya
hari Sabtu, Verlita dan Hani pergi keluar asrama untuk mencari kebutuhan –
kebutuhan anak asrama di mall. Mengelilingi mall sampai waktu untuk kembali ke
asrama sudah dekat. Ketika mereka akan pulang, tiba – tiba Verlita baru ingat
adeknya yang sakit dirumah, hapenya yang daritadi ia silent ternyata penuh dengan misscall
dari ibunya. Hani dan Verlita kemudian segera mencari angkutan kota untuk
mengantarkan mereka ke rumah Verlita.
Sampai di depan jalan,
mereka kemudian berjalan melewati jalan – jalan kecil yang cukup jauh. Rumah
disekitar tempat itu terbuat dari kayu, berdempetan, penuh dengan semak-semak. Saat
itu sudah malam. Hani menunggu Verlita diluar rumah, mencoba sabar digigiti
nyamuk .
Perlahan
kemudian Ibu separuh baya keluar dari rumah itu.
“Masuk
nak, hari ini Verlita tidak bisa pulang dulu ke asrama. Kalian menginap disini
saja dulu , besok baru pulang, ya.” Ia berdiri di depan pintu, menunggu Hani
masuk kerumah.
“Oh.
Mm, Iya Tante.” Sahut Hani tidak yakin dalam hati. Ia kemudian perlahan masuk.
Rumah itu sangat sempit. Hanya ada tiga ruang kecil yang ada. Satu ruang kamar
mandi. Satu ruang utama. Dan satu ruang lagi yang tidak tahu isinya apa, ruangan
itu di tutupi oleh gorden merah yang cukup panjang untuk menutupi isinya. Adik
Verlita tidur di ruangan itu. Sementara mereka bertiga, tidur di ruang utama
yang sempit. Tidak ada tanda – tanda kehadiran ayah Verlita.
Satu
minggu kemudian, pengumuman nilai – nilai itu sudah ada. Semuanya hampir
mendapatkan nilai yang memuaskan. Ini mungkin karena pelajaran mengenai
pencernaan memang yang paling enak, seru, jadi mereka bisa menjawab dengan
baik. Ya, seperti biasa nilai Hani hanya mencapai nilai standar 79. Tapi itu
sudah termasuk bagus. Tati, si cewek paling rajin hanya diam duduk dikursinya
senyum – senyum malu melihat kertas ujiannya.
“Dapat
berapaa Tat?” Hani bertanya dengan nada memaksa. Ia sudah harus siap – siap
cemburu karena Tati biasanya mendapatkan nilai yang lebih bagus.
“
89 Haaaan. Kamu berapaa? “ Senyumnya lebar.
“Lebih
jelek kok. 79. Selamatnyaa” Ucapnya setengah tidak ikhlas, tapi Hani hanya
terus berusaha tersenyum bahagia.
“Lit,
kamu dapat berapa?” Tati bertanya dengan sedikit nada sombong.
Ia
menyodorkan kertasnya dengan tersenyum.
“Cieeeeeeeeeee,
litaaa” Hani tersenyum puas. Verlita yang baru pertama kali mencoba tidak
mencontek, untuk pertama kalinya dalam sejarah angkatan, ia bisa mendapatkan
nilai sempurnanya, seratus.
Sejak
saat itu. Hani dan Verlita terus semangat belajar. Dan mengobarkan bendera ‘Say
no to nyontek’ di dada mereka. Walaupun satu kelas menyontek. Mereka berdua
adalah yang paling kalem di kelas. Semenjak saat itu, Verlita menjadi semangat
dan tidak pernah menyontek lagi. Namun semenjak itu pula, lama – kelamaan nilai
Verlita menjadi semakin menurun, ia menjadi sering remidi dan mendapatkan nilai
merah.
“
Han, aku remidi lagi.” Verlita terduduk di bangku. Ia yang tiba – tiba datang
ke kamar Hani sudah membendung air matanya. Ia sudah lama menjadi down dan tidak semangat belajar lagi.
Air matanya sudah hampir mengalir.
Hani
menatapnya lekat – lekat. Mencoba mengerti perasaannya.
“Lit, aku juga pernah
ngalami gitu juga kok. Sama kayak kamu. Kelas satu dulu, aku itu master nyontek,
lebih parah nyonteknya daripada kamu.
Teman – teman nda ada
yang berani buka buku pas Ibu Sri yang ngasi ulangan, tapi aku selalu berani.
Semua macam trik nyontek pernah kupake. Dari bikin catatan kecil sampai coret –
coret di tangan aku juga sudah biasa banget, sudah ahli. Ibu Sri itu sudah
sampai tahu aku itu paling rajin nyontek. Aku dulu yang paling sering ditegur.
Walaupun sekarang aku sudah nda pernah nyontek lagi, aku masih sering ditegur.
Mungkin karena Ibu Sri nda percaya lagi sama aku.” Hani kemudian terdiam. Ia
kemudian mengambil posisi di samping Verlita.
“Tapi pas aku mau
ulangan mengenai Fungi Jamur. Aku nda ada ngerti apa – apa sama sekali mengenai
jamur. Malam sebelum ulangan, tumben – tumbennya aku mau belajar bener – bener,
sampai akhirnya aku pergi minum kopi. Terus aku pergi belajar sama Ifa. Kalo
ada yang aku bingung aku tanya sama dia, kalo aku ngantuk, dia bangunin lagi.”
Lanjut Hani.
“Oooh. pantesan nilai
Ifa selalu bagus. Ternyata dia rajiiin banget ya” Tandas Verlita, ia mulai
memperhatikan Hani dengan serius.
“Besoknya, aku coba – coba untuk ngerjakan
ulangan sendiri. Karena aku pikir, belum tentu aku nyontek aku bakal dapat
nilai yang lebih bagus. Mending aku jujur aja. Paling nilaiku kurang lebih sama
nilai orang yang nyontek. Akhirnya ulangannya aku kerjakan sendiri sampai
selesai.
Pas pengumuman. Untuk
pertama kalinya aku dapat nilai 85 dari hasil belajarku sendiri. Kadang aku
nyontek aja belum tentu aku dapat segitu. Rasanya itu asik banget, kita bisa
dapat nilai yang bagus dengan usaha kita sendiri. Itu sudah luar biasa banget.
Semenjak itu, aku tekad. Aku ga mau nyontek lagi. Sampai sekarang.
Aku juga pernah ngalami
masa-masa down kayak kamu. Bahkan
lebih parah. Pas itu, kita sempat ada mid semester kacau. Ulangan kita nda
tentu. Satu hari bisa satu sampai tiga yang diulangankan. Semua ulangan
bermepetan. Nda sempat belajar semua. Nilaiku hancuur sekali. Sampai aku drop
karena demam tinggi saking capeknya. Capek belajar, capek batin juga. Di satu
sisi aku belajar di sisi lain aku kepikiran sama remedi-remediku yang sudah
numpuk. Di antara temen-temen yang lain aku yang paling banyak remidinya. Ulangan
Matematika, teman-teman semuanya nda ada yang remidi, cuma aku yang remidi.
Tapi nda apa. Aku konsisten. Aku tetap usaha sendiri. Kerjakan sendiri. Sampai
sekarang, aku sudah jadi biasa. Nilaiku sekarang juga sudah mulai konstan. Yang
penting kita usaha, belajar. Nilai itu nda penting. Yang penting itu adalah
proses untuk mendapatkan nilai itu. Apakah kita sudah pantas atau tidak untuk
dapat nilai itu.” Terang Hani.
“Semaangat Lita” Senyum
Hani. Ia mengepalkan tanganya kuat kuat. “Semangaaat!” Lanjutnya lagi.
Verlita tersenyum. Ia
akhirnya tetap konsisten. Hani dan Lita kemudian menjadi semakin dekat menjadi
semakin sering pula saling menasehati, terutama masalah agama.
Kelas tiga sudah
dimulai, mereka tidak sekelas lagi. Hani sudah mendapatkan teman-teman barunya,
begitupula Verlita. Tapi Hani merasa
Verlita adalah temannya yang paling memberikan semangat. Hani menjadi
tidak terlalu rajin lagi belajar. Sesekali mereka bertemu dan curhat. Lita
selalu memberikan motivasi untuk Hani.
“Ayo semangat Han,
jangan malas belajar karena kita nggak sekelas lagi. Bersandar sama Allah.
Jangan bersandar sama aku. Kita kan nggak selamanya sama – sama.” Senyum
Verlita memberikan semangat. “Semangaat.. Semangaat.. Semangaat “ Velita
mengepalkan tangan untuk meyakinkan Hani.
Hani tersenyum dan
mencoba berusaha kembali.
UAN semakin dekat.
Semua orang sibuk mencari strategi mencontek. Hani tidak pernah tega tidak
memberikan jawaban kepada orang yang menanyakan jawaban kepadanya. UAS pun Hani
jalani dengan murni menggunakan jawaban sendiri. UAN kali ini, Hani ikut dalam
strategi mencontek. Ia ikut dalam strategi ini tidak untuk mencontek jawaban
temannya, tapi untuk diconteki. Ia selalu memberikan jawabannya tanpa meminta
jawaban balik. Ia tahu ini salah. Tapi ia tidak pernah benar-benar merasa tega.
Jam 09.00 pagi UAN hari
pertama sudah dimulai. Anak-anak sudah duduk di depan kelas masing – masing,
ada yang sibuk belajar, ada juga yang sibuk menghibur diri. Hani duduk di depan
kelasnya mendengarkan sesuatu dari balik earphonenya, kemudian Verlita ternyata
tiba – tiba datang dan menyapa.
“ Hai lit “ Hani
membuka salah satu earphone dan membaginya ke Verlita. Terdengar lantunan ayat
suci alquran dari sana. Hani juga kemudian mengambil permen karet dari balik
saku dan memberikan salah satunya ke Verlita.
“Makasih ya “
“Iya, sama – sama.
Ngilangin setres kaan “ Hani tersenyum. Ia tahu perasaannya saat ini panik.
Karena tahu ia belum siap untuk ujian hari ini. “ Oh iya, kamu nyontek kah
nanti?“ Lanjutnya bertanya ragu – ragu. Ia sebenernya juga masih khawatir,
karena semua teman – temannya begitu sibuk belajar dan menyiapkan strategi
mencontek karena takut akan sulit mendapatkan universitas nantinya.
Nilai adalah yang semua
orang khawatirkan sekarang. Karena selembar kertas yang berisi nilai lah yang
akan dilihat oleh semua universitas. Bukan proses. Mereka tidak peduli apakah
kamu jujur mengerjakan UAN mu atau tidak. Tidak peduli apakah dalam tiga tahun
sekolahmu kamu berusaha setengah mati atau sebailknya dengan mudah mencontek.
“Enggak laah. kamu
enggak kan?” Tanya Verlita memastikan. Ia sudah bisa membaca kekhawatiran yang
muncul di wajah Hani.
“emmm, iya.” Jawab Hani
ragu. Verlita sudah berubah jauh dari yang dikira Hani. Ia sekarang menjadi
sosok yang lebih tenang. Walaupun nilainya tidak pernah sebaik yang dulu lagi.
Verlita terus tersenyum.
“Oh iya, Han, aku ikut
bidik misi. Jangan lupa doakan aku yang banyak yaa. Oke”
Iya,
selalu kudoakan.Batin Hani
Beberapa
bulan kemudian
Aku sudah berada di
satu kota yang ada di Kalimantan, mengambil les di salah satu bimbingan belajar,
sedangkan Verlita masih ada di Jawa menunggu pengumuman kelulusan. Beberapa
temanku memang ada yang tidak ikut bimbingan seperti ini kadang merasa tidak
memerlukannya, ada juga yang memang tidak ikut karena tidak sanggup untuk
membayar.
Pengumuman UAN hari itu memuaskan, karena kami
semua lulus. Beberapa temanku mendapatkan nilai sempurna, mendekati sempurna
90, dan lain – lain. Nilaiku termasuk yang paling jelek. sekitar 70-an. Tapi
menurutku itu sudah lumayan. Untuk orang yang tidak pintar, sok tahu dan terus
bersikeras untuk tidak curang.
Hanya saja. Sms itu
muncul di hapeku. Verlita sangat kecewa. Nilainya merah dan sangat jatuh di
bawah harapan. Nilainya yang dibawah 50 sangat tidak memungkinkan untuk masuk
di universitas negeri. Orang tuanya kecewa. Karena ini semua tentu bisa
menyulitkannya masuk ke universitas. Universitas negeri adalah satu – satunya pilihannya.
Membayar kuliah di universitas swasta, ibunya tentu tidak sanggup membiayai,
apalagi aku baru – baru tahu kalau ternyata ayah Verlita memang sudah meninggal.
Sekolah di SMA boarding school, seperti
di SMAku tentu merupakan keberuntungan baginya, karena itu berasal dari bantuan
beasiswa.
Aku sangat sedih dan
khawatir. Tidak bisa memberinya apa – apa selain semangat. Aku sangat merasa
bersalah. Mungkin karena aku yang dari awal membuatnya mencoba pilihan yang
sulit ini, untuk berusaha dan tidak berbuat curang. Mungkin aku yang salah,
yang membuat masa depannya menjadi tidak jelas. Ia bisa jadi tidak lulus di
universitas negeri. Kemudian kesana kemari ia mencari pekerjaan yang bisa
membantu kehidupan keluarganya.
Aku sangat sedih. Lita
pasti akan merasakan hal yang jauh lebih menyedihkan daripadi apa yang aku
rasakan. Ini semua karena salahku yang sok baik dan sok bijaksana.
Beberapa
bulan berlalu.
Aku sudah lupa soal
nilai UAN. Bagiku itu tidak penting lagi. Yang kupikirkan sekarang adalah
belajar sekeras mungkn untuk bisa masuk jalur SBMPTN Universitas Negeri. Malam
ini sekitar jam 06.00 pengumuman jalur undangan SNMPTN sudah diumumkan. Pilihan
utamaku ada pada salah satu universitas negeri di jawa. Membuatku tidak bisa
menutupi rasa takut dan khawatirku. Membuatku aku menjadi terlalu takut untuk
membuka website resmi untuk melihat pengumumannya.
Hapeku sejak tadi
berdering. Semua teman – temanku, mencari kabar mengenai kelulusan teman –
temannya yang lain.
“Hani, sudah lihat pengumumaaaaaan? Aku ndaa lulus haaaaaaan :’( bukan
rejekinya mungkin ya.”
“kamu sudah lihat pengumumankah
han?”
“Haaaaaaaan, kamu luluskaah?”
Aku terdiam. Laptop
sudah ada disampingku beserta modemnya, tapi aku tidak bisa bangun dari tempat
tidur. Sesekali aku membaca sms lagi. Membalas sms mereka singkat.
“Aku belum lihat.”
Jantungku terus
berdegup takut dan khawatir. Aku takut hasilnya tidak memuaskan. Aku takut
kehilangan kursi di salah satu universitas favoritku. Hatiku gusar. Aku
kemudian pergi solat, untuk menari ketenangan. Kemudian berdoa sungguh –
sungguh. Membersihkan hati yang tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya.
Tiba – tiba hapeku
berbunyi lagi. Menandakan ada panggilan masuk. Aku kemudian segera meraih hape.
“Haaaaaaaaaaaaan” dari
balik telepon sesekali kudengar isak tangis seseorang.
“Iya” suaraku bergetar.
Entah apa yang ia ingin sampaikan. Tapi tanganku ikut bergetar, memegang
telepon itu erat - erat.
“Haaaaan” terdengar
isaknya. Ia menangis tidak bisa melanjutkan ceritanya.
“Iya kenapa lit” Mataku
mulai berkaca – kaca. Meraba – raba apa yang akan di katakan olehnya. Verlita
terus menangis, ia belum mengatakan apa – apa. Terdengar keheningan. Sesekali
terdengar suara Verlita menangis.
“Aku lulus han” Ia terus menangis. Tidak bisa menahannya. Ya. Dia lulus. Alhamdulillah. Batinku berbisik. Aku terdiam mulai Tidak pernah menyangka. Pandanganku kabur. Terus mencoba mendengarkan suara dibalik telepon “Aku lulus haaan”. Pikiranku jauh dan merasakan apa yang dirasakan oleh orangtuanya, ia pasti bahagia. Sangat bahagia melihat anak sulungnya, anak yang akan menjadi tulang punggung keluarganya sudah mendapatkan apa yang selama ini mereka impikan. “Aku lulus di pilihan pertamaku” Tangisannya tak bisa ia tahan. Aku menangis terisak – isak ikut bahagia. “ITB Han” Lanjutnya. Tangiskupun mulai pecah. ITB, Universitas dambaannya, dambaan semua orang, termasuk aku. Aku sangat bahagia, rasa iri itu bahkan benar – benar hilang dari hatiku. Melihatnya lulus adalah kebahagiaan yang jauh lebih besar daripada itu.
“Makasih ya Han, kamu
sudah bikin aku seperti ini” Lanjut Verlita. Tangisnya mereda. Ia menungguku
bicara. Tapi aku terus menangis, bahkan terisak – isak, tidak sanggup bicara.
Aku kembali mengingat, bahwa sebenarnya dialah yang membuat aku seperti ini.
Membuat aku semakin semangat belajar. Disaat akan ujian nasional aku sempat
ingin bergerak untuk berbuat curang, dialah yang mengingatkanku akan kata –
kataku sendiri. Dialah yang terus berjalan di garis – garis lurus yang pernah
kubuat. Walaupun aku sempat menoleh untuk berjalan digaris lainnya. Terimakasih ya Allah, engkau sempat
pertemukan aku dengan temanku ini dijalan lurusmu. Semoga aku bisa mendapatkan
teman sepertinya lagi. Amin. Batinku menangis.
Langganan:
Postingan (Atom)