BLOK BIOETIK Makassar,
24 Desember 2013
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
LAPORAN INDIVIDU
OBSERVASI LAPANGAN
Hari,
Tanggal : Rabu, 18
Desember 2013
Waktu : 09.30 – 12.30
Tempat : Rumah Sakit Ibnu Sina
Dosen Pembimbing : dr. Y
Miss X
11021x0xxx
FAKULTAS
KEDOKTERAN
UNIVERSITAS
MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2013
Gambaran Umum
Observasi lapangan dalam lingkungan
rumah sakit adalah salah satu kegiatan pembelajaran penting yang perlu
dilakukan dalam Blok Bioetik, Humaniora dan Profesionalisme Kedokteran, dengan
titik berat pada Humaniora. Observasi ini sendiri adalah kegiatan atau tindakan
mengamati sesuatu atau seseorang untuk memperoleh informasi – informasi yang dibutuhkan oleh pengamat.
Pada kegiatan ini, kami dibagi atas beberapa kelompok yang masing-masing
terdiri atas 12 orang yang nantinya akan di tugaskan untuk mengamati kegiatan
berbagai rumah sakit yang ada di Makassar, yakni Rumah Sakit Ibnu Sina, Rumah
Sakit Khadijah, Klinik Orbita, Puskesmas Tamalate, Puskesmas Tabaringan dan
Puskesmas Kassi – kassi.
Sebagai salah satu mahasiswi Fakultas
Kedokteran Universitas Muslim Indonesia Makassar, saya tentu harus ikut dalam
kegiatan ini. Kebetulan observasi yang kelompok saya akan lakukan adalah di
Rumah Sakit Ibnu Sina Provinsi Sulawesi Selatan yang terletak di
Jalan Urip Sumoharjo Km. 05 Makassar. Rumah sakit ini berada tepat di
depan Universitas Muslim Indonesia dan di samping kantor rektorat universitas.
Letaknya yang dekat ini karena, RS ini adalah RS universitas kampus kami.
Pada
hari Selasa, tanggal 17 Desember 2013. Dikarenakan dosen yang seharusnya
mengajar tidak bisa datang, kelompok kami yaitu kelompok 2A kemudian diberikan arahan oleh ketua kelompok
untuk langsung menuju ke rumah sakit Ibnu Sina guna melakukan observasi
lapangan. Karena sudah mendapatkan izin terebih dahulu, kami pun kemudian
langsung menuju rumah sakit Ibnu Sina, dan tiba sekitar pukul 10.00 WITA. Kami
tiba di RS bersama dengan kelompok lain yang juga memiliki dosen pembimbing
yang sama dengan kami.
Sebelum memulai observasi, kami harus
melakukan proses perizinan terlebih dahulu kepada pihak RS, yang diwakilkan
oleh surat yang berasal dari Fakultas Kedokteran UMI. Ketika tiba di rumah
sakit, ketua kelompok kami kemudian segera melapor dengan menyertakan surat
dari fakultas kepada direktur rumah sakit. Sementara ketua kelompok kami
melakukan proses perizinan, anggota yang lain termasuk saya, menunggu di ruang
tunggu lobi. Saat itu RS cukup ramai, namun semua proses yang ada berlangsung
dengan tertib. Beberapa pasien dan keluarga sudah ada yang daritadi mengantri
dan menunggu di apotik, petugas dan perawat yang ada pun terlihat cukup sibuk
dengan tugas mereka masing-masing.
Setelah ketua kelompok kami datang dari ruang
direktur. Kami kemudian bersama
– sama
menuju ke ruang diklat untuk mengantarkan surat pengantar dari fakultas
yang rencananya akan diterima oleh dokter pendamping.
Karena dokter pendamping kami belum datang,
kami kemudian membuat janji dan menunggu beberapa menit di depan poliklinik
yang berada di lantai dua. Poliklinik yang berada di lantai dua ini terlihat
cukup sepi, hanya ada beberapa pasien dan perawat yang beralalu lalang di depan
kami. Setelah beberapa menit, dokter pendamping kami kemudian datang dan segera
memberikan kami izin. Dokter kemudian meminta bantuan kepada kakak co – ass
untuk membantunya memperkenalkan letak dari ruangan – ruangan yang akan kami
observasi, yakni Ruang Poliklinik
Umum, Ruang Perawatan Aisyah, Ruang IRD dan Ruang Perawatan Aminah.
Setelah itu ketua kelompok kemudian mengarahkan kepada kami untuk kembali ke
kampus dan menunggu informasi selanjutnya.
Esoknya, pada tanggal 18 Desember 2013 pukul
09.30 WITA kami baru tiba di rumah sakit untuk mulai observasi. Sebelum
berpencar menuju ke masing-masing ruangan yang akan diamati, kami membagi
terlebih dahulu menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri atas tiga orang.
Setelah itu kami kemudian memisahkan diri menuju ke ruangan yang akan di
observasi, kelompok saya saat itu
mendapat bagian untuk melakukan observasi di ruang IRD
Observasi
Ruang IRD
Setelah menemukan kelompok, kami kemudian
langsung menuju ke arah ruang IRD. Ruangan IRD rumah sakit Ibnu Sina ini
terletak dilantai satu dan berada di sisi kanan rumah sakit. Ruang tunggu IRD
rumah sakit ini juga berada di depan ruangan pelayanan jamsostek dan berada
tidak jauh dengan ruangan pelayanan askes. Adanya ruang pelayanan jamsostek dan
askes yang mudah dicapai ini menunjukkan bahwa diterapkannya salah satu kaidah
dasar kedokteran atau bioetika yaitu justice,
yang memiliki ciri bahwa segala sesuatu harus diberlakukan secara universal,
sehingga dalam hal ini pasien terutama yang memiliki ekonomi yang kurang bisa
mendapatkan haknya, yakni pelayanan kesehatan.
Pada saat itu kami tidak langsung masuk ke
ruangan dan harus menunggu di ruang tunggu terlebih dahulu, karena teman – teman
dari kelompok yang lain sudah terlebih dahulu masuk daripada kami, hal ini kami
lakukan agar tidak timbul kegaduhan yang bisa mengakibatkan pasien dan keluarga
merasa terganggu.
Di ruang tunggu IRD ini hanya ada beberapa
keluarga pasien yang sedang menunggu
keluarganya yang sedang diperiksa. Selain itu kebanyakan yang berlalu lalang di
pintu IRD ini adalah perawat dan
keluarga pasien yang kebetulan sudah menebus obat keluarga atau rekannya yang
sedang di rawat.
Sambil
menunggu, kami kemudian berinisiatif untuk mewawancari salah satu dari keluarga
pasien yang sebelumnya telah menunggu di ruang tunggu IRD. Sebelum mewawancarai
kami meminta izin terlebih dahulu kemudian memperkenalkan diri, ia pun dengan
ramah menyanggupi dan kemudian menjawab pertanyaan kami.
Kami yang sudah daritadi melihat Ibu S telah
menunggu membuat kami segera menanyakan berapa lama waktu beliau menunggu. Ibu
S kemudian menjawab bahwa ia telah menunggu mertuanya yang sedang diperiksa
oleh dokter selama dua jam, namun ia merasa penanganan yang diberikan ketika
mertuanya datang sudah termasuk cepat. Penanganan yang cepat untuk pasien,
serta tidak merugikan, memperburuk dan membahayakannya karena kelalaian disini
tentu sangat penting untuk diperhatikan. Hal ini membuktikan bahwa prinsip Non-malficence di rumah sakit ini telah
diterapkan.
Prinsip Autonomy
dalam hal ini pasien diberikan hak untuk berfikir secara logis dan membuat
keputusan sendiri, juga tampaknya telah tercapai. Karena Ibu S beserta
kelurganya yang ikut menunggu sudah tahu mengenai apa yang akan dijalani oleh
pasien, yakni pemerisaan yang lebih lanjut oleh dokter yang bersangkutan. Selain itu Ibu S dan
beberapa keluarganya juga merasa bahwa perawat bersikap ramah terhadap mereka
Beberapa saat kemudian setelah selesai
mewawancarai Ibu S, teman – teman kami yang telah selesai melakukan pengamatan
di ruang IRD pun keluar satu persatu.
Saya
dan teman-teman sekelompok kemudian melangkahkan kaki masuk ke ruang IRD. Di
dalam sudah ada beberapa perawat yang sedang sibuk dengan tugasnya masing –
masing beserta seorang dokter yang sedang duduk menunggu pasien. Karena beberapa
perawat masih terlihat sangat sibuk untuk kami wawancarai, kami pun sesekali
melihat kondisi dalam ruang rawat pasien yang berada di dekat pintu utama ruang
IRD. Ruangan itu bersih dan tertata, di dalamnya terdapat beberapa ranjang yang
masing – masing sudah diisi oleh pasien, ruangan ini juga terlihat ramai oleh beberapa
pasien yang sedang di jenguk oleh rekan atau keluarganya.
Setelah
melihat-lihat kedalam ruangan pasien, kami kemudian bermaksud untuk
mewawancarai salah seorang perawat yang tengah sibuk mengangkat telepon dan
sesekali melayani beberapa keluarga pasien yang sudah menebus obat rekannya
yang sedang di rawat.
Saat
perawat memiliki waktu luang, kamipun memperkenalkan diri dan meminta izin
mewawancarinya, dengan ramah ia pun menyanggupi. Perawat berinisial M ini
adalah salah seorang perawat IRD yang sudah bekerja selama 2 tahun. Menurut
pengamatannya jumlah pasien yang datang ke IRD rata-rata 30 – 40 perhari.
Sesekali
ketika kami ingin bertanya, beberapa telepon sempat berbunyi dan beberapa
keluarga pasien juga ada yang datang dan meminta penjelasan mengenai beberapa
hal. Perawat M kemudian menghentikan wawancaranya dengan kami dan mengerjakan
tugasnya terlebih dahulu, yakni mengangkat telepon dan melayani keluarga pasien
tersebut dengan ramah.
Secara
tidak sengaja pun prinsip dasar Beneficence
telah dicerminkan oleh perilaku perawat ini. Dalam prinsip ini dikatakan bahwa
perlunya perlakuan yang terbaik bagi pasien dan keluarganya. Selanjutnya Beneficence ini membawa arti menyediakan
kemudahan dan kesenangan kepada pasien dengan mengambil langkah positif untuk
memaksimalisasi akibat baik daripada hal yang buruk. Memberikan pelayanan yang
terbaik ini lah yang penting untuk diterapkan kepada pasien.
Ketika
selesai dengan tugasnya, kami kemudian melanjutkan bertanya mengenai kendala
yang sering ia alami. Ia kemudian memaparkan bahwa terkadang pasien sudah
merasa dilayani oleh pemeriksaan tertentu namun sebenarnya belum. Hal ini tentu
dapat mengacaukan proses pemeriksaan pasien tersebut. Selain itu ia juga sudah
merasa bahwa hubungan antara ia dengan dokter sudah berjalan dengan baik. Mengenai
cara mengatasi perilaku pasien yang berbeda-beda ia hanya mengatakan bahwa hal
yang paling penting adalah menjelaskan segala sesuatunya kepada pasien dengan
sabar.
Mengenai
hal yang selama ini ia keluhkan adalah kurangnya peralatan-peralatan tertentu,
salah satunya adalah DC Shock. Peralatan ini sangat penting tersedia di rumah
sakit, apalagi untuk pasien dalam kondisi kegawatdaruratan. DC Shock ini adalah
peralatan elektronik yang berfungsi memberikan kejut listrik dalam waktu yang relatif singkat
dengan intensitas yang tinggi kepada pasien penyakit jantung.
Setelah
mewawancarainya kamipun berpamitan dan kemudian kami pergi menuju ke lobi rumah
sakit menunggu teman – teman kami yang masih melakukan observasi
lapangan. Sebelum pulang kami menyempatkan untuk bersama – sama melihat dan
mengambil gambar ruang perawatan, toilet dan kantin rumah sakit Ibnu Sina.
Kesimpulan
Kaidah dasar etika kedokteran atau bioetik,
yakni Beneficence, Non-malficence, Justice,
dan Autonomy, harus selalu diterapkan
dan menjadi dasar pelayanan terutama dalam hal ini dokter ke pasien. Prinsip
ini dapat dilakukan atau diterapkan secara bersamaan, tetapi dalam kasus-kasus
dengan kondisi tertentu, satu prinsip menjadi jauh lebih penting dan
mengorbankan prinsip-prinsip yang lainnya